Warga Kuningan dan Majalengka Sebut TNGC tak Bermanfaat? Paguyuban Siliwangi Majakuning Tuntut Reformasi TNGC

- 23 Februari 2024, 13:15 WIB
Aktivitas penyadapan getah pinus di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) wilayah Desa Trijaya, Kecamatan Mandirancan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.*
Aktivitas penyadapan getah pinus di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) wilayah Desa Trijaya, Kecamatan Mandirancan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.* /Pikiran Rakyat Kuningan / Erix Exvrayanto

PR KUNINGAN — Aksi unjuk rasa warga Kabupaten Kuningan dan Majalengka yang tergabung dalam Paguyuban Siliwangi Majakuning masih berbuntut, kendati pihak Balai TNGC sudah menerima tuntutan dan akan direalisasikan April 2024.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Paguyuban Siliwangi Majakuning menggelar aksi menuntut penandatangan Perjanjian Kerjasama oleh pihak Balai TNGC perihal bidang usaha penyadapan getah pinus pada “Zona Tradisional” yang dijanjikan.

Dikatakan Ketua Paguyuban Siliwangi Majakuning Edi Syukur, bahwa hanya di Taman Nasional Gunung Ciremai saja tidak memiliki Zona Tradisional sebagai area lahan yang mempersilakan masyarakat sekitar kawasan TNGC untuk dapat melakukan kegiatan perekonomian seperti bercocok tanam atau bertani.

“Kami sudah hampir dua puluh tahun dari mulai TNGC bertengger yang menjangkau banyak desa di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, khususnya para petani yang dahulunya bisa mencari sesuap nasi di kawasan hutan Gunung Ciremai, kini kami terusir hingga bingung harus mencari penghasilan dari apalagi terutama bagi orang tua yang punya keahliannya sekadar pada usaha pertanian,” lirihnya.

Baca Juga: Lagi Ramai Isu Pemilu 2024, eh Ratusan Warga Kuningan dan Majalengka Demonstrasi Masalah Penyadapan?

Begitu pahit diutarakan Edi Syukur menceritakan kegetiran yang dirasakan sejumlah masyarakat di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Bukan saja tak boleh melakukan aktivitas pertanian sebagai mata pencaharian yang sudah digeluti sejak dahulu kala secara turun-temurun, ingin merasakan buah dari tumbuhan yang ditanam pun dilarang.

“Pohon-pohon yang petani tanam di sana, memang banyak yang dibabat habis semenjak Balai TNGC menginjakan kakinya—bahkan ini bagai tancapan kuku penjajahan lah! Tapi ada pohon pinus hasil penanaman kami, tapi kami tak bisa mengambil sebatas getahnya saja,” pilunya.

“Jangankan kami memetik buahnya, mengambil sebatang ranting buat suluh perapian pun bisa kena pidana. Kok tega-teganya rakyat kecil dikriminalisasi, bahkan saya sendiri pernah kena hampir masuh penjara dengan tuduhan menebang pohon pinus. Sungguhpun saya mengambil pohon pinus itu yang sudah rubuh sudah tua dan tumbang, kami manfaatkan guna membuat gazebo di objek wisata yang kami dirikan di Desa Trijaya Kecamatan Mandirancan, dan masih berada di kawasan TNGC,” gerutu Edi.

Baca Juga: Kepala TNGC Tanggapi Aksi Paguyuban Siliwangi Majakuning: Bukan Mempersulit, Tapi Menunggu Terbitnya Regulasi

Halaman:

Editor: Erix Exvrayanto

Sumber: Liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x