Dibeberkannya, delapan desa penyangga Waduk Darma sejak dikelola oleh Perumda Anek Usaha Kuningan pun tidak pernah mendapatkan manfaat ataupun bentuk tanggungjawab social dari perusahaan pengelola.
“Sekarang katanya Waduk Darma menjadi wisata taraf internasional yang mestinya menghasilkan lebih besar, tapi sama sekali tak ada manfaat bagi kami,” sahut Cucu.
Disebutkan dia, hanya Desa Jagara mendapat banyak manfaat dan insentif yang diberi PT Jaswita Jabar. Selain lahannya yang dapat pembangunan pada revitalisasi Waduk Darma, Desa Jagara juga terlibat dalam banyak hal, mulai dari perairan, jaring apung, penyewaan perahu, sampai menjadi pegawai dan pengelola food court Waduk Darma.
“Namun, masalahnya adalah bahwa insentif atau pembayaran balik dari Jaswita hanya ditujukan untuk Desa Jagara, baik Pemdes maupun BUMDes-nya,” Cucu mengesalkan.
Baca Juga: WOW Gaji Ketua RT Capai Rp5 Juta Lalu Ketua RW 6 Jutaan! Ini Daftar Gaji Ketua RT dan RW Tahun 2024
Maka dari itu, ditegaskan Cucu Sudrajat, bahwa desa penyangga Waduk Darma menuntut keadilan terhadap Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selain itu, dia menyatakan bahwa upaya mediasi ini telah diajukan ke PT Jaswita Jabar tahun lalu, tetapi tidak mendapat respons.
“Tidak ada keadilan, kasarna nu sebeh sebeuh, nu lapar-lapar (yang kenyang, kenyang, yang lapar, lapar – Red,),” geramnya.
Disebutkannya pula berbagai keluhan dari masyarakat Kecamatan Darma secara umum. Seperti, warga sekitar yang semula bebas masuk ke lingkungan objek wisata Waduk Darma sebelum jam operasional (pukul 07.00 WIB), yang biasanya melakukan olahraga pagi dan sebagainya, namun kini susah mendapatkan akses masuk.
“Pedagang food court pun mengeluh lantaran sepi pengunjung disamping mengeluhkan masalah biaya ini dan itu. Padahal tempat wisata hanya ramai di weekend saja, lumayan kan pedagang di sana kalau ada pengunjung di hari biasa kalau ada orang-orang yang olahraga pagi di sana,” lirihnya.
Baca Juga: Telah Terbit Buku Tentang Publisher Rights di Indonesia Karya Wartawan Pikiran Rakyat Kuningan