Dugaan Pelanggaran Prosedural Pilpres 2024 Jadi Aduan Tim Hukum Ganjar-Mahfud di MK

- 27 Maret 2024, 23:33 WIB
Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK.
Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK. /Pikiran Rakyat/Boy Darmawan/

PR KUNINGAN — Tim Hukum pasangan capres dan cawapres, Ganjar Pranowo - Mahfud MD, mengadukan dugaan pelanggaran procedural dalam pemilihan presiden pada Pemilu 2024.

Hal itu diutarakan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Rabu 27 Maret 2024.

Tim hukum pasangan Ganjar - Mahfud, Raghado Yosodiningrat, menyatakan, "Semuanya tentu memunculkan keraguan mengenai hasil Pilpres 2024 dan bahkan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat."

Dijelaskannya bahwa ketika Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menerima pendaftaran pasangan calon terpilih Pilpres 2024, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, didugakannya merupakan pelanggaran sebelum hari pemungutan suara dimulai.

Baca Juga: Kang Dedi Mulyadi Masih Kejar Buronan Pembacok Pekerjanya, KDM Terkejut Harus Juga Menindak Kasus Narkoba

Raghado menilai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 melarang pendaftaran pasangan calon tersebut. Dia juga menyatakan bahwa Daftar Pemilih Tetap (DPT) mengandung kesalahan data dan kejanggalan.

Selanjutnya, pada hari pemungutan suara, dia menyatakan bahwa dugaan pelanggaran dibagi menjadi dua fase: proses penghitungan suara dan proses pemungutan suara.

Ia mencatat sejumlah pelanggaran yang terjadi selama proses pemungutan suara. Salah satunya adalah ketidaksesuaian jadwal pemungutan suara di 37.466 tempat pemungutan suara (TPS), menurut data Bawaslu.

Baca Juga: Pemain Persib Berdarah Kuningan Dipanggil Timnas Kualifikasi Piala Dunia 2026 Dilaga Vietnam vs Indonesia

Selain itu, baik pelanggaran yang diidentifikasi sendiri dari sampel C Hasil salinan maupun catatan Bawaslu tentang kekurangan dan kelebihan suara di 10.496 TPS.

Salah satu pelanggaran lain dalam proses pemungutan suara adalah kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang tidak menjelaskan bagaimana menghitung dan memproses 5.449 TPS yang dicatat oleh Bawaslu, 2.413 TPS di mana pemilih menggunakan haknya lebih dari sekali, dan surat suara yang sudah tercoblos untuk pasangan calon terpilih, seperti yang terjadi di Jawa Barat.

Dia menambahkan bahwa selama proses penghitungan suara, terdapat sejumlah pelanggaran yang terjadi. Di antaranya adalah penghitungan suara yang dilakukan sebelum tenggat waktu di 3.463 TPS yang dilaporkan oleh Bawaslu dan kegagalan KPPS untuk memberikan C Hasil Salinan di 1.895 TPS yang dilaporkan oleh Bawaslu.

Baca Juga: Gagal SNBP? Daftar Melalui Link UTBK SNBT 2024, Simak Cara Dan Materi Tesnya Disini

"Bahkan saksi PDIP dalam proses rekapitulasi nasional Pilpres 2024 telah menyatakan di dalam catatan kejadian khusus bahwa saksi Pilpres 2024 di Papua Pegunungan tidak mendapatkan salinan hasil maupun salinan hasil kecamatan dari KPPS dan PPK," ungkapnya.

Dia kemudian menyebutkan pelanggaran penghitungan suara tambahan. Salah satunya adalah ketidaksesuaian jumlah surat suara dengan jumlah pemilih di 2.162 TPS yang dilaporkan oleh Bawaslu dan pelanggaran yang ditemukan dalam sampel C Hasil Salinan.

Baca Juga: Siksa Neraka Akan Segera Tayang di Netflix: Cek Disini Tanggal Rilis Film Horor yang Raih 2,6 Juta Penonton

Sebaliknya, Raghado menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran prosedur setelah hari pemungutan suara, termasuk penggunaan teknologi informasi SIREKAP, yang menyebabkan gangguan sosial.

"Selain pelanggaran di atas, juga ditemukan kejanggalan berupa adanya partisipasi pemilih 100 persen berdasarkan DPT, yang sebenarnya hampir tidak mungkin, tetapi tercatat terjadi di 18 provinsi di Indonesia," tandasnya.***

Editor: Erix Exvrayanto

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah