Malioboro Setelah UNESCO dan Kajian Kritis Sumbu Filosofi Yogyakarta, Tole Advokasi Perjuangan PKL

- 24 November 2023, 07:10 WIB
Para PKL Teras Malioboro 2 secara mandiri melakukan pendataan internal langsung di sepanjang jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, tempat dimana dulu para pedagang berjualan, tujuannya agar terdata secara konkret pedagang siapa-siapa saja yang dulu berdagang di sepanjang jalan, Kamis 23 November 2023.*
Para PKL Teras Malioboro 2 secara mandiri melakukan pendataan internal langsung di sepanjang jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, tempat dimana dulu para pedagang berjualan, tujuannya agar terdata secara konkret pedagang siapa-siapa saja yang dulu berdagang di sepanjang jalan, Kamis 23 November 2023.* /Erix Exvrayanto

PR KUNINGAN — Merespon pendataan faktual yang dilakukan di Teras Malioboro 2 pada Selasa, 14 November 2023 lalu, dimana dilakukan pihak Dinas Budaya Kota Yogyakarta dan UPT Pengelola Kawasan Cagar Budaya serta Pansus DPRD Kota Yogyakarta, dirasa memiliki banyak persoalan dan masih terdapat keberatan dari pedagang kaki lima (PKL) Teras Malioboro 2.

Para PKL Teras Malioboro 2 secara mandiri melakukan pendataan internal langsung di sepanjang jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, tempat dimana dulu para pedagang berjualan, tujuannya agar terdata secara konkret pedagang siapa-siapa saja yang dulu berdagang di sepanjang jalan, Kamis 23 November 2023.

Yang mana, hasilnya nanti akan diserahkan kepada pemangku kebijakan sebagai data valid pedagang di sepanjang jalan Malioboro.

Kegiatan validasi faktual di sepanjang jalan Malioboro dilakukan dengan penuh antusias oleh para pedagang sekaligus sebagai ajang “reuni” dengan lapak dan para pedagang kiri dan kanannya, sekaligus napak tilas perjalanan pedagang di sepanjang jalan Malioboro, Kota Yogyakarta.

Baca Juga: Romantisme PWI Kuningan, Nuzul Rachdy dari Wartawan Menjadi Ketua DPRD; Tegak Lurus pada Sumbu Demokrasi

Kajian Kritis Sumbu Filosofi Yogyakarta

Diungkapkan Jubir Paguyuban PKL Malioboro, Tridarma Supriyati, sumbu filosofi sebagai upaya Sultan HB X juga selaku Gubernur DIY menjaga nilai kesejarahan sekaligus nilai ekonomi pariwisata kawasan inti Kraton Yogyakarta atau Kuthanegara dan kawasan penyangganya atau Negaragung, selain layak untuk diapresiasi tapi tetap juga harus dikritisi.

“Mengapa kawasan ini perlu menjadi warisan budaya yang wajib dilestarikan dengan segala atribut yang menyertainya? Dijelaskan bahwa The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks adalah mahakarya Sri Sultan Hamengku Buwono I,” terangnya.

Maka, sambung Tridarma, sesuai namanya Sumbu Filosofi Yogyakarta dibangun dengan makna dan nilai filosofi mendalam tentang tatanan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Falsafah itu, antara lain, terkait daur hidup manusia (sangkan paraning dumadi), kehidupan harmonis antar manusia serta antara manusia dan alam (hamemayu hayuning bawana), hubungan manusia dengan Sang Pencipta serta pemimpin dengan rakyatnya (manunggaling kawula gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik.

Baca Juga: Ketua KPK Firli Bahuri jadi Tersangka, Jokowi Buka Suara: Hormati Proses Hukum

Halaman:

Editor: Erix Exvrayanto

Sumber: Wawancara Eksklusif


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah